Rasulullah SAW bersabda,
“Orang yang sedang mencuri sesungguhnya ia dalam keadaan tidak beriman.”
Rasulullah SAW juga menjelaskan, bahwa barang haram menyebabkan doa
seseorang tidak dikabulkan oleh Allah SAW. Beliau bersabda: “Banyak
orang yang berambut acak-acakan, berdebu dan ditolak oleh manusia dalam
perjalanannya, makanannya sesuatu yang haram, pakaianya dari rizki yang
haram, diberi makan dari sumber yang haram. Dia mengangkat tanganya
sambil berdoa: Yaa Robb, Yaa Robb. Bagaimana bisa orang seperti ini
dikabulkan doanya?”
Kita tentu berharap agar doa kita dikabulkan Allah SWT, cita-cita dan
harapan kita diwujudkan Allah SWT. Maka untuk itu kita pun menjaga diri
kita dari barang haram sekecil apapun itu. Karena rupanya selain doa
yang tidak dikabulkan, amal ibadah kita pun bisa tidak diterima jika
kita memiliki sesuatu yang haram meski sedikit jumlahnya. Rasulullah SAW
menjelaskan hal ini didalam haditsnya:
“Barangsiapa yang memakan satu suapan dari barang haram, maka Allah tiada akan menerima amalnya selama empat puluh hari.”
“Barangsiapa yang membeli baju seharga sepuluh dirham, sedangkan uang
tadi terdapat satu dirham yang haram, maka Allah tiada akan menerima
amalnya selama empat puluh hari.”
Rasulullah SAW juga menjelaskan, bahwa Allah SWT melaknat orang yang
mencuri sampai ia diberikan hukuman (atau bertaubat). Bukankah ini
mengerikan, karena laknat siapakah yang lebih mengerikan daripada laknat
Allah SWT?
Lalu bagaimana jika seseorang sudah terlanjur meninggal sedangkan ia
masih menyimpan sesuatu yang bukan miliknya? Rasulullah SAW telah
menjelaskan mengenai hal ini, berliau bersabda:
“Barangsiapa meninggal dan ia memegang harta milik orang lain, baik ia
telah memberikan sesuatu darinya atau belum, maka dia seperti orang yang
berhutang.”
Maksudnya, harta milik orang lain itu harus dikembalikan kepada
pemiliknya agar orang yang meninggal ini selamat dari adzab akhirat.
Selain itu, mencuri juga bisa mendatangkan dosa lain yang berlipat-lipat
banyaknya. Contohnya, A mencuri sandal B, lalu B mencuri sandal C, lalu
C mencuri sandal D, dan begitu seterusnya. Maka A akan mendapatkan dosa
seperti dosa B dan C dan D dan seterusnya, tanpa mengurangi dosa
masing-masing. Hal ini disebut sebagai jariyatus suu’ atau dosa yang
terus mengalir kepada orang yang menyebabkannya.
Siksa yang ditimpakan kepada pencuri yang tidak mau bertaubat itu
berlaku di dunia dan akhirat. Bahkan di akhirat nanti, seorang pencuri
akan dimasukkan kedalam neraka dan terancam tidak bisa memasuki surga.
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang dagingnya tumbuh dari barang haram.”
Rasulullah SAW juga bersabda: “Setiap daging yang berasal dari sesuatu
yang haram, maka daging itu lebih layak untuk menjadi santapan neraka.”
“Barangsiapa mengaku sesuatu yang bukan miliknya maka ia bukan dari
golongan kami, dan hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka.”
Na’udzu billahi min dzalik, kita berlindung kepada Allah dari yang demikian itu.
Mencuri juga dilarang menurut hukum, kejahatan mencuri dibahas dalam pasal 362 KHUP dengan ancaman penjara 5 tahun.
Lalu bagaimana caranya agar kita mampu menjaga diri kita dari barang
haram? Caranya kita harus memiliki sifat ihsan, yaitu merasakan bahwa
Allah SWT selalu mengawasi kita. Dengan sifat ini insya Allah dalam
kondisi apapun kita tetap mampu menjaga kesucian diri.
Suatu hari Abdullah bin Dinar berjalan bersama Amirul Mukminin Umar bin
Khattab RA dari kota Madinah menuju kota Makkah. Di tengah perjalanan
beliau bertemu dengan seorang anak gembala. Lalu timbul dalam hati
Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA untuk menguji sejauh mana kejujuran
dan keamanahan si anak gembala itu.
Beliau berkata, ”Wahai anak gembala, juallah kepadaku seekor anak
kambing dari ternakmu itu!” ujar Amirul Mukminin. ”Aku hanya seorang
budak,” jawab si gembala. Umar bin Khattab berkata lagi, ”Katakan saja
nanti pada tuanmu bahwa anak kambing itu dimakan serigala.”
Anak gembala tersebut diam sejenak, ditatapnya wajah Amirul Mukminin,
lalu keluar dari bibirnya perkataan yang menggetarkan hati Amirul
Mukminin Umar bin Khattab RA, ”Fa ainallah?” (Kurang lebih maknanya
adalah, ”Jika Tuan menyuruh saya berbohong, lalu di mana Allah? Bukankah
Allah Maha Melihat? Apakah Tuan tidak yakin bahwa siksa Allah itu pasti
bagi para pendusta?”
Umar bin Khattab adalah seorang khalifah, pemimpin umat yang sangat
berwibawa lagi ditakuti, dan tak pernah gentar menghadapi musuh. Akan
tetapi, menghadapi anak gembala itu beliau gemetar, rasa takut menjalari
seluruh tubuhnya, persendian-persendian tulangnya terasa lemah,
kemudian beliau menangis. Menangis mendengar kalimat tauhid itu, yang
mengingatkan pada keagungan Allah, dan tanggung jawabnya di hadapan
Allah kelak.
Lalu dibawanya anak gembala yang berstatus budak itu kepada tuannya,
kemudian ditebusnya, dan beliau berkata, ”Dengan kalimat tersebut (Fa
ainallah?) telah kumerdekakan kamu dari perbudakan itu dan dengan
kalimat itu pula insya Allah kamu akan merdeka di akhirat kelak.”
Peristiwa di atas jelas merupakan cermin jiwa yang ihsan, jiwa yang
selalu merasakan pengawasan Allah SWT kapanpun dan dimanapun.
Subhanallah.
Setan-setan yang terkutuk selalu berusaha menyesatkan kita umat Islam.
Dengan berbagai cara mereka berusaha agar kita mencuri hak orang lain.
Awalnya hanya niat mencuri, lalu niat ini dilaksanakan satu kali, lalu
perbuatan ini diulangi lagi dan lagi, sampai akhirnya menjadi kebiasaan
yang sulit disembuhkan.
Seorang ulama mengingatkan: Apabila didalam hatimu terbersit niat untuk
melakukan sebuah dosa, maka berusahalah sekuat tenaga untuk
menghilangkan niat buruk itu. Jika ternyata niat itu terlanjur menjelma
menjadi sebuah perbuatan, maka berusahalah sekuat tenaga untuk tidak
mengulangi perbuatan dosa itu. Namun jika ternyata terulang, maka
berusahalah sekuat tenaga untuk menahan jangan sampai perbuatan dosa itu
menjelma menjadi sebuah kebiasan
Sumber: mohmudzakkir74.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar