Jumat, 16 November 2012

BANGUNAN KEISLAMAN

 BANGUNAN KEISLAMAN


Cobalah anda bayangkan suatu bangunan (rumah/gedung) yang sangat indah dan menarik hati anda.
Indah disini dalam arti bangunan tersebut sudah lengkap, berdiri diatas lahan yang luas, fondasi yang
kokoh, mempunyai pagar pelindung, halaman, tiang utama penyangga bangunan, lantai, dinding-dinding
diantara tiang, lampu penerang, pintu, jendela dan atap bangunan.Bangunan berwarna putih bersih dengan
model yang sangat menarik berdiri diatas lahan luas yang sudah bersertifikat.


Demikian pulalah seorang mukmin jika dilihat, sangat indah dan menarik hati. Allah mengatakan dalam
surat Ali Imran 110: Kuntum khairo ummatin ukhrijat linnaas = kamu adalah umat yang terbaik yang dilahir
kan untuk manusia. Seorang mukmin tersebut ibarat bangunan indah tersebut di atas. Bangunan keislam-
an seorang mukmin tersebut dapat diumpamakan seperti bangunan indah itu. Perumpamaan ini hanya
untuk memudahkan kita melihat bangunan keislaman dalam diri kita sendiri, sudah sejauh mana komitmen
keislaman kita. Allah sendiri banyak membuat perumpamaan di dalam al qur'an untuk memudahkan manu-
sia  memahami sesuatu.







Bangunan keislaman itu dimulai dari adanya lahan hidayah yang diberikan oleh Allah kepada siapa saja yang
Dia kehendaki. Diatas lahan hidayah itulah dibangun suatu bangunan keislaman seseorang. Tanpa adanya hi-
dayah ini mustahil dapat dibangun bangunan keislaman. Setelah itu diatas lahan hidayah ini pertama kali
tentu dibangun suatu fondasi keimanan, jika fondasi ini kokoh maka kokoh pulalah bangunan keislaman
seseorang, sebaliknya jika fondasinya rapuh maka rapuh pula bangunan tersebut. Untuk tegaknya suatu
bangunan maka diperlukan tiang-tiang shalat, tanpa adanya shalat ini tak akan ada yang namanya bangunan
keislaman. Dalam Al Qur'an perintah shalat selalu digandengkan dengan perintah membayar zakat (aqimus
sholata wa aatudzakaata), demikian pulalah antara tiang-tiang dengan dinding-dindingnya, sangat erat.


Sebagai atap dari bangunan keislaman itu adalah puasa. Makin besar bangunan tersebut tentu diperlukan

tiang-tiang tambahan (shalat2 sunat), dinding yang makin banyak (infaq, shodaqoh) dan atap tambahan

(puasa syawal, puasa senin-kamis, puasa bulan haji). Tiang, dinding dan atap inilah yang melindungi peng-

huninya dari sengatan sinar matahari, guyuran air hujan atau tiupan angin/debu/daun yang beterbangan.

Cobalah anda bayangkan suatu bangunan (rumah/gedung) yang sangat indah dan menarik hati anda.
Indah disini dalam arti bangunan tersebut sudah lengkap, berdiri diatas lahan yang luas, fondasi yang
kokoh, mempunyai pagar pelindung, halaman, tiang utama penyangga bangunan, lantai, dinding-dinding
diantara tiang, lampu penerang, pintu, jendela dan atap bangunan.Bangunan berwarna putih bersih dengan
model yang sangat menarik berdiri diatas lahan luas yang sudah bersertifikat.

Demikian pulalah seorang mukmin jika dilihat, sangat indah dan menarik hati. Allah mengatakan dalam
surat Ali Imran 110: Kuntum khairo ummatin ukhrijat linnaas = kamu adalah umat yang terbaik yang dilahir
kan untuk manusia. Seorang mukmin tersebut ibarat bangunan indah tersebut di atas. Bangunan keislam-
an seorang mukmin tersebut dapat diumpamakan seperti bangunan indah itu. Perumpamaan ini hanya
untuk memudahkan kita melihat bangunan keislaman dalam diri kita sendiri, sudah sejauh mana komitmen
keislaman kita. Allah sendiri banyak membuat perumpamaan di dalam al qur'an untuk memudahkan manu-
sia  memahami sesuatu.

Sampai disini pada hakekatnya bangunan keislaman sudah terbentuk. Kualitas dari bangunan tersebut
tergantung juga pada kualitas komponen2 pembentuknya. Hidayah atau luasnya lahan tergantung pada
ikhtiar atau usaha seseorang, makin giat atau makin besar usaha seseorang insya Allah makin luas pula
lahan atau hidayah yang diperoleh. Begitu pula fondasi, tiang, dinding dan atapnya, jika dibangun asal2an
maka yang terbentuk bangunan kualitas rendah pula, seperti gubuk derita atau rumah bambu yang mudah
terbakar dan terhempas badai. Jika anda shalat tapi tidak membayar zakat, ibaratnya seperti bangunan
tanpa dinding, seperti yang sekarang banyak dijumpai gedung2 atau bangunan yang terhenti pembangunan
nya, hanya tiang2 nya saja, plong. Atau seseorang tidak berpuasa, ibarat bangunan tanpa atap. Jadi ketiga
komponen dasar itu mutlak harus ada. Tidak shalat, zakat dan tidak berpuasa, tetapi dia tetap mengaku
beragama islam maka yang dia punya hanya lahan hidayah saja (mengaku islam), tetapi diatasnya belum
ada bangunan keislaman sama sekali.














Sampai disini sebenarnya kita sudah bisa mengira-ngira bentuk dan besarnya bangunan keislaman yang
kita bangun. Lantai bangunan diumpamakan sebagai Al Qur'an dan Sunah Rasulullah dimana penghuninya
setiap berjalan dan bergerak selalu mempunyai pijakan yaitu Al-Qur'an dan Sunah Nabi. Untuk menerangi
kehidupan penghuninya, dzikrullah dan salawat nabi merupakan lampu penerang bangunan tersebut. Pintu
dan jendela merupakan lubang tempat masuknya tamu-tamu tak diundang (godaan syaithan/jin/manusia).
Pintu rumah itu adalah kesabaran dan keikhlasan, jendela adalah ilmu yang darimana penghuninya dapat
melihat dunia luar dan belajar mengetahui mana yang benar dan salah. Dengan kesabaran, keikhlasan dan
ilmu penghuni dapat menangkal masuknya tamu-tamu tak diundang tersebut. Syaithan pun akan lari jika
bangunan tersebut di terang-benderangi oleh lampu dzikrullah dan salawat nabi.














Warna dan model bangunan dapat membuat siapa saja yang melihatnya tertarik. Bangunan yang bersih,
kokoh dan bagus, sekilas saja dan dari kejauhan sudah tampak menarik hati banyak orang, demikian juga
ahlak orang mukmin sejati, membuat teduh dan menarik hati yang melihatnya. Ahlakul karimah ini merupa-
kan daya pikat seorang mukmin. Seseorang yang rajin beribadah tapi sering menyakiti hati orang lain ibarat
nya seperti bangunan yang warna dan modelnya tidak menarik hati.














Pagar yang mengelilingi lahan dan bangunan keislaman ibarat sebagai Jihad Fisabilillah, berjuang di jalan
Allah. Pagar ini melindungi semua komponen yang ada didalam bangunan islam, menjamin kelangsungan
dan tegaknya syiar islam. Terakhir dari bahasan ini adalah lahan tempat berdirinya bangunan keislaman ini
perlu dibuatkan sertifikatnya dengan menunailkan ibadah haji.














Mudah2an perumpamaan ini dapat mempermudah melihat posisi keberagamaan kita, sudah sejauh mana
komitmen keislaman kita dengan mengibaratkan atau membayangkan bentuk bangunannya. Jika bangunan
kita masih rapuh atau belum lengkap atau tidak menarik hati maka marilah kita tingkatkan bangunan keis-
laman kita menjadi lebih baik dan menarik hati, bukankah kita juga sangat senang melihat rumah kita bagus
dan bersih? Itulah Pribadi seorang mukmin sejati, kokoh, bersih, cantik dan menarik hati.



























Jakarta, 20 Dzulhijjah1421H                                    
 Oleh ; Arwansyah Johan








































Tidak ada komentar:

Posting Komentar