Selasa, 03 Maret 2015

Bahaya Mencuri Menurut Islam

Rasulullah SAW bersabda,
“Orang yang sedang mencuri sesungguhnya ia dalam keadaan tidak beriman.” Rasulullah SAW juga menjelaskan, bahwa barang haram menyebabkan doa seseorang tidak dikabulkan oleh Allah SAW. Beliau bersabda: “Banyak orang yang berambut acak-acakan, berdebu dan ditolak oleh manusia dalam perjalanannya, makanannya sesuatu yang haram, pakaianya dari rizki yang haram, diberi makan dari sumber yang haram. Dia mengangkat tanganya sambil berdoa: Yaa Robb, Yaa Robb. Bagaimana bisa orang seperti ini dikabulkan doanya?”
Kita tentu berharap agar doa kita dikabulkan Allah SWT, cita-cita dan harapan kita diwujudkan Allah SWT. Maka untuk itu kita pun menjaga diri kita dari barang haram sekecil apapun itu. Karena rupanya selain doa yang tidak dikabulkan, amal ibadah kita pun bisa tidak diterima jika kita memiliki sesuatu yang haram meski sedikit jumlahnya. Rasulullah SAW menjelaskan hal ini didalam haditsnya:
“Barangsiapa yang memakan satu suapan dari barang haram, maka Allah tiada akan menerima amalnya selama empat puluh hari.”
“Barangsiapa yang membeli baju seharga sepuluh dirham, sedangkan uang tadi terdapat satu dirham yang haram, maka Allah tiada akan menerima amalnya selama empat puluh hari.”
Rasulullah SAW juga menjelaskan, bahwa Allah SWT melaknat orang yang mencuri sampai ia diberikan hukuman (atau bertaubat). Bukankah ini mengerikan, karena laknat siapakah yang lebih mengerikan daripada laknat Allah SWT?
Lalu bagaimana jika seseorang sudah terlanjur meninggal sedangkan ia masih menyimpan sesuatu yang bukan miliknya? Rasulullah SAW telah menjelaskan mengenai hal ini, berliau bersabda:
“Barangsiapa meninggal dan ia memegang harta milik orang lain, baik ia telah memberikan sesuatu darinya atau belum, maka dia seperti orang yang berhutang.”
Maksudnya, harta milik orang lain itu harus dikembalikan kepada pemiliknya agar orang yang meninggal ini selamat dari adzab akhirat.
Selain itu, mencuri juga bisa mendatangkan dosa lain yang berlipat-lipat banyaknya. Contohnya, A mencuri sandal B, lalu B mencuri sandal C, lalu C mencuri sandal D, dan begitu seterusnya. Maka A akan mendapatkan dosa seperti dosa B dan C dan D dan seterusnya, tanpa mengurangi dosa masing-masing. Hal ini disebut sebagai jariyatus suu’ atau dosa yang terus mengalir kepada orang yang menyebabkannya.
Siksa yang ditimpakan kepada pencuri yang tidak mau bertaubat itu berlaku di dunia dan akhirat. Bahkan di akhirat nanti, seorang pencuri akan dimasukkan kedalam neraka dan terancam tidak bisa memasuki surga.
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang dagingnya tumbuh dari barang haram.”
Rasulullah SAW juga bersabda: “Setiap daging yang berasal dari sesuatu yang haram, maka daging itu lebih layak untuk menjadi santapan neraka.”
“Barangsiapa mengaku sesuatu yang bukan miliknya maka ia bukan dari golongan kami, dan hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka.”
Na’udzu billahi min dzalik, kita berlindung kepada Allah dari yang demikian itu.
Mencuri juga dilarang menurut hukum, kejahatan mencuri dibahas dalam pasal 362 KHUP dengan ancaman penjara 5 tahun.

Lalu bagaimana caranya agar kita mampu menjaga diri kita dari barang haram? Caranya kita harus memiliki sifat ihsan, yaitu merasakan bahwa Allah SWT selalu mengawasi kita. Dengan sifat ini insya Allah dalam kondisi apapun kita tetap mampu menjaga kesucian diri.
Suatu hari Abdullah bin Dinar berjalan bersama Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA dari kota Madinah menuju kota Makkah. Di tengah perjalanan beliau bertemu dengan seorang anak gembala. Lalu timbul dalam hati Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA untuk menguji sejauh mana kejujuran dan keamanahan si anak gembala itu.

Beliau berkata, ”Wahai anak gembala, juallah kepadaku seekor anak kambing dari ternakmu itu!” ujar Amirul Mukminin. ”Aku hanya seorang budak,” jawab si gembala. Umar bin Khattab berkata lagi, ”Katakan saja nanti pada tuanmu bahwa anak kambing itu dimakan serigala.”

Anak gembala tersebut diam sejenak, ditatapnya wajah Amirul Mukminin, lalu keluar dari bibirnya perkataan yang menggetarkan hati Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA, ”Fa ainallah?” (Kurang lebih maknanya adalah, ”Jika Tuan menyuruh saya berbohong, lalu di mana Allah? Bukankah Allah Maha Melihat? Apakah Tuan tidak yakin bahwa siksa Allah itu pasti bagi para pendusta?”
Umar bin Khattab adalah seorang khalifah, pemimpin umat yang sangat berwibawa lagi ditakuti, dan tak pernah gentar menghadapi musuh. Akan tetapi, menghadapi anak gembala itu beliau gemetar, rasa takut menjalari seluruh tubuhnya, persendian-persendian tulangnya terasa lemah, kemudian beliau menangis. Menangis mendengar kalimat tauhid itu, yang mengingatkan pada keagungan Allah, dan tanggung jawabnya di hadapan Allah kelak.

Lalu dibawanya anak gembala yang berstatus budak itu kepada tuannya, kemudian ditebusnya, dan beliau berkata, ”Dengan kalimat tersebut (Fa ainallah?) telah kumerdekakan kamu dari perbudakan itu dan dengan kalimat itu pula insya Allah kamu akan merdeka di akhirat kelak.”
Peristiwa di atas jelas merupakan cermin jiwa yang ihsan, jiwa yang selalu merasakan pengawasan Allah SWT kapanpun dan dimanapun. Subhanallah.

Setan-setan yang terkutuk selalu berusaha menyesatkan kita umat Islam. Dengan berbagai cara mereka berusaha agar kita mencuri hak orang lain. Awalnya hanya niat mencuri, lalu niat ini dilaksanakan satu kali, lalu perbuatan ini diulangi lagi dan lagi, sampai akhirnya menjadi kebiasaan yang sulit disembuhkan.

Seorang ulama mengingatkan: Apabila didalam hatimu terbersit niat untuk melakukan sebuah dosa, maka berusahalah sekuat tenaga untuk menghilangkan niat buruk itu. Jika ternyata niat itu terlanjur menjelma menjadi sebuah perbuatan, maka berusahalah sekuat tenaga untuk tidak mengulangi perbuatan dosa itu. Namun jika ternyata terulang, maka berusahalah sekuat tenaga untuk menahan jangan sampai perbuatan dosa itu menjelma menjadi sebuah kebiasan

Sumber: mohmudzakkir74.wordpress.com
»»  READMORE...